Minggu, 07 November 2010

ULTRASOUND THERAPY

Fisioterapi memiliki tanggung jawab di dalam kesehatan gerak fungsional sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan. Dalam pelaksanaan di pergunakan berbagai metodologi intervensi fisioterapi, termasuk penggunaan stesor-stesor fisis didalam rangkaian modalitas fisioterapi. Modalitas fisioterapi memiliki berbagai macam atau jenis, yang salah satunya ialah ultra sonik.
Gelombang ultra sonik yang merupakan gelombang suara yang di peroleh dari getaran yang memiliki frekwensi 0,1 hingga 5 MHz. Gelombang ini dapat di kelompokkan menurut fungsinya dengan frekwensi dan intensitas masing-masing (Lehmaun 1990)

Untuk diagnostik frekwensi intensitas

echocardiography 5 M Hz 3,4 mW/cm²
echophalography 5 M Hz 3,4 mW/cm²
doppler blood flow 5 s.d 10 M Hz 203 m/W/cm²
obstretical doopler 2,25 M Hz 6,3 m/W/cm²
untuk surgical / bedah
gallostone ablation 0,01 M Hz 20 s.d 100 W/cm²
untuk terapetik
physical medicine & rehabilitation 0,75 s.d 3 M Hz 0.1 s.d 5 W/cm²

a. Generator Ultra Sonik
Pesawat ultra sonik merupakan suatu generator yang menghasilkan arus bolak balik berfrekwensi tinggi (high frequency alternating current) yang mencapai 0,75 s.d 3 MHz. Arus ini berjalan menembus kabel koaksial pada transducer yang kemudian di konversikan menjadi vibrasi oleh adanya efek piezoelektrik.

Efek piezoelektrik ini pertama kali diperkenalkan oleh Pierre dan Jacques Curie (1880), yang di peroleh dari vibrasi kristal quartz atau dari produk sintetis kristal keramik berupa barium titanate maupun lead zirconate titanate.

Kristal ini dibentuk dengan ketebalan 2-3 mm melingkar sesuai dengan axis elektrik, kemudian dieratkan pada bagian dalam permukaan tranducer. Saat di aliri arus atau beda potensial, kristal ini akan mengalami vibrasi baik secara kompresi maupun ekspansi dengan frekwensi sama dengan sinyal elektrik yang datang. Umumnya frekwensi yang di hasilkan oleh generator adalah 1 dan 3 MHz.

b. Penyebaran efek ultra sonik dalam jaringan
Efek penyebaran ultra sonik dalam jaringan bergantung pada:
1) Kedalaman penetrasi
Kedalaman penetrasi tergantung pada absorpsi dan penyebaran pancaran ultra sonik selama dalam jaringan.
2). Absorpsi (absorpation)
Merupakan penerimaan panas yang di konversikan dari energi akustik
oleh adanya penyebaran ultra sonik dalam jaringan. Menurut Michloyitz, 1990 absopsi ultra sonik berkaitan dengan kandungan protein dalam jaringan.

Tissue type Attenuation Protein content
bone 96% per cm 20-25%
cartilago 68% per cm
tendon 59% per cm
skin 39% per cm
blood vessel 32% per cm 15-20%
muscle 24% per cm 10-15%
fat 13% per cm
blood 3% per cm

Beberapa jaringan yang dapat di berikan ultra sonik :
Superficial bone
peripheal nerves
Scar tissue
Joint capsules
myofacial interface
Tendon
cells membranes

Ultra sonik frekwensi tinggi (3 MHz) akan lebih mudah di absorpsi dari pada yang berfrekwensi rendah (1 MHz), (wadsworth, chanmugam, 1988)
3). Penyebaran (scattering)
Merupakan penyebaran secara refleksi maupun refraksi ultra sonik dari permukaan tak beraturan atau inhomogenitas kedalam jaringan.

c. Frekwensi
Frekwensi ultra sonik merupakan jumlah iscilasi gelombang suara yang dicapai dalam waktu satu detik yang dinyatakan dengan megahertz (MHz). Umumnya frekwensi yang di pergunakan dalam terapi ultra sonik adalah 1 dan 3 MHz

d. Intensitas
Merupakan rata-rata energi yang dipancarkan tiap unit area, dan dinyatakan dalam watt per sentimeter persegi (W/cm²). sedangkan power ialah total output dari tranducer yang dinyatakan dalam watt (W).

Total power output (watts)
Intensitas = _________________________
ERA pada transducer (cm²)

Umumnya intensitas untuk terapi ultra sonik ini berkisar antara 0 s.d 5 W/cm². namun yang sering di pergunakan dalam klinik berkisar antara 0,5 s.d 2 W/cm². agar diperhatikan bahwa pemberian ultra sonik dengan intensitas tinggi dapat mengakibatkan terjadinya unstable cavitation ataupun mikrotrauma jaringan.


e. Efek fisiologik dari ultra sonik termal dan implikasi klinisnya
Efek fisiologi
•Meningkatkan extensibilitas colagen dari tendon, kapsul sendi dan scar tissue
•Meningkatkan konduksi syaraf motor maupun sensor dengan meningkatkan ambang rangsang rasa nyeri
•Mempengaruhi aktivitas kontraktil otot rangka, mengurangi aktivitas muscle spindle, mengurangi spasme otot yang secara sekunder menyebabkan nyeri
•Meningkatkan aliran darah

f. Efek fisiologik US non thermal ultrasonik
Efek non thermal ultrasonik terjadi dari gelombang suara berpulsa. Efek ini akan meningkat sejalan dengan peningkatan frekwensi (M Hz) dan intensitasnya.
Umumnya pulsa gelombang ini memiliki rasio 1 : 4 (20%), 1 : 1 (50%), 1 : 9 (10%). Sehingga pemberian ultra sonik berpulsa selama 5 menit dengan rasio 1 : 4 berarti bahwa pasien akan menerima gelombang ultra sonik selama 1¼. efek non thermal ultra sonik di hasilkan oleh vibrasi mekanik menghasilkan :
1) acoustic streming, yakni arus tak langsung yang terjadi pada membran sel
2) cavitation, ada dua macam (a) stable cavitation (b) unstable atau trensient cavitation
3) micromassage, merupakan gerakan oscilator dari sel dan jaringan.
Sehingga efek non termal ultra sonik dapat mengurangi oedem, nyeri dan spasme otot, memperbaiki aliran darah serta menginduksi perbaikan non union bone, regenerasi jaringan dan perbaikan jaringan lunak.

g. Efek fisiologik dari ultra sonik non termal dan implikasi klinisnya :
- menstimulasi pelepasan histamin dari sel mast oleh adanya degranulasi
- stimulasi pelepasan serotonin dari sel darah
- stimulasi pelepasan chemotactic agents dan growth factor dari makrofag
- stimulasi pembentukan kapiler darah baru oleh sel-sel endotel
- stimulasi fibroblast untuk meningkatkan sintetis protein
- meningkatkan kandungan kolagen
- Meningkatkan velositas konduksi saraf motor dan sensor yang akan meningkatkan ambang nyeri

h. Implikasi klinik
- mempercepat penyembuhan luka dengan percepatan fase awal peradangan
- mempercepat penyembuhan luka dengan percepatan fase akhir peradangan
- mempercepat penyusutan luka akibat kurangnya pembentukan scar tissue
- mempercepat penyembuhan luka dengan perbaikan sirkulasi yang memerlukan sintetis colagen
- mempercepat penyembuhan dengan memproduk kolagen yang hilang
- meningkatkan daya lentur jaringan
- mengurangi nyeri

i. Indikasi
1) Kondisi peradangan sub akut dan khronik
2) Kondisi traumatik sub akut dan khronik
3) Adanya jaringan parut atau scar tissue pada kulit sehabis luka operasi atau luka bakar
4) Kondisi ketegangan, pemendekan dan perlengketan jaringan lunak (otot, tendon dan ligamentum )
5) Kondisi inflamasi khronik

j. Kontra indikasi
Merupakan kontra indikasi terhadap terapi ultra sonik antara lain :
1) penyakit jantung atau penderita dengan alat pacu jantung
2) kehamilan, khususnya pada daerah uterus
3) jaringan lembut : mata, testis, ovarium, otak
4) jaringan yang baru sembuh atau jaringan granulasi baru
5) pasien dengan gangguan sensasi
6) tanda-tanda keganasan atau tumor malignan
7) insufisiensi sirkulasi darah : thrombosis, thromboplebitis atau occlisive occular disease/infeksi akut.
9) daerah epiphysis untuk anak-anak dan dewasa

Tips Menjaga Tulang Belakang

Salah satu bagian tubuh yang sering kali diabaikan kesehatannya adalah tulang punggung. Padahal, di bagian inilah terdapat segala pusat saraf yang menghubungkan bagian-bagian tubuh dengan otak. Sadarkah Anda bahwa setiap kegiatan dan aktivitas yang salah bisa menyakiti tulang belakang kita? Melakukan aktivitas untuk menjaga tulang belakang tetap bagus tak hanya berguna untuk kebaikan dan kesehatan, tetapi juga untuk menjaga postur tubuh tegak dan sehat. Berikut adalah tips untuk menjaga postur untuk menjaga tulang belakang Anda :

1. Ketika akan mengangkat barang atau bayi dari lantai, tekuk lutut Anda, jangan membungkuk. Ketika Anda membungkuk dan mengangkat barang berat dari lantai, hal ini bisa menyakiti dan membebani tulang punggung dengan beban terberat. Salah-salah, malah bisa terjadi kram atau dislokasi. Ketika akan mengangkat barang berat dari lantai, usahakan untuk menjaga tulang belakang tetap lurus. Tekuk kaki Anda untuk menyejajarkan diri dengan barang tersebut. Angkat barang tersebut dekat dengan tubuh, lalu perlahan berdiri kembali.

2. Begitu pula ketika Anda akan menaruh barang berat ke tempat yang tingginya diatas kepala Anda, usahakan jangan mengangkat barang tersebut lebih tinggi dari pundak anda. Jika Anda akan menyimpan barang berat di tempat yang tinggi, gunakan tangga atau kursi. Mengangkat beban berat di atas batas pundak Anda bisa menyebabkan tulang belakang mendapat tekanan yang sangat besar.

3. Ganti posisi sesering mungkin jika Anda harus berdiri dalam waktu lama. Misalnya saat Anda berdiri sambil menyetrika baju, gunakan dingklik atau kursi kecil untuk menaruh kaki Anda bergantian. Ini perlu untuk menyeimbangkan dan mengganti tumpuan berat badan. Berdiri tegak, jangan membungkuk dengan kepala tegak.



4. Berjalan dengan tegak, dengan kepala menatap ke depan dan punggung lurus. Berjalanlah dengan postur tegak, pandangan ke depan, dan ujung-ujung kaki menunjuk lurus ke depan. Gunakan sepatu yang nyaman dan berhak tipis. Hindari berdiri dengan posisi yang sama dalam waktu lama. Jangan berjalan membungkuk, hindari menggunakan sepatu berhak tinggi dalam waktu lama.

5. Ketika di dalam mobil, duduklah tegak, majukan tempat duduk pengendara agar kaki Anda lebih dekat dengan pedal. Usahakan kedua lutut Anda sejajar dengan pinggul. Sokong punggung bagian bawah dengan handuk gulung atau penyokong tulang belakang khusus. Jangan duduk terlalu jauh dari setir. Perhatikan kaki Anda ketika menginjak pedal. Jika terlalu jauh, dekatkan, karena ketika otot kaki tiba-tiba meregang tanpa pemanasan bisa menyebabkan kram dan tekanan di tulang punggung.

6. Saat duduk di depan komputer atau di depan televisi yang biasanya akan berlangsung lama, pastikan paha Anda sejajar dengan lantai, jangan sampai kaki menekuk terlalu tinggi (berarti lutut Anda lebih tinggi dari paha) atau kaki Anda menggantung jauh dari lantai. Biarkan kedua telapak kaki Anda rata di lantai dan punggung Anda mendapatkan dukungan dari belakang kursi. Untuk lebih amannya, berikan gulungan handuk dibagian punggung bawah. Pastikan pandangan Anda lurus ke depan, tidak menunduk atau melihat ke atas. Posisi yang tak nyaman dalam waktu lama bisa menyebabkan kram otot.

7. Saat tidur, manusia memang memiliki kebiasaan dan posisi nyamannya masing-masing. Namun, untuk menjaga agar tulang punggung tetap baik, pastikan tempat tidurnya cukup keras dan rata. Ketika tidur dengan posisi menyamping, tekuk sedikit lutut, biarkan kedua lutut tersebut bertumpukan. Jika Anda tidur telentang, berikan bantal kecil dibawah lutut. Hindari tidur telungkup, karena ini bisa menyakiti tulang belakang Anda. Hindari tidur di media yang terlalu lembut, seperti sofa, karena hal ini tidak bisa menyokong tulang punggung.

MUSCLE STRAIN (CIDERA OTOT PUNGGUNG)

Apakah Muscle Strain Itu?
Muscle strain atau Nyeri pungung bawah atau dalam bahasa jawa keseleo dapat terjadi kapan dan dimana saja. Muscle strain berarti ada suatu cedera pada otot, tergantung area mana yang cidera sehingga timbul nyeri pada daerah tersebut. Keseleo pada punggung bawah biasanya terjadi dikarenakan gerakan yang tiba-tiba atau mengangkat suatu benda yang terlalu berat. Dan tipikal dari nyeri ini bisa berlangsung lama sehingga berakibat tegangnya otot-otot punggung dan timbul nyeri punggung bawah, selain itu buruknya postur dan penggunaan otot punggung bawah yang berlebihan menambah parah pada kasus ini. Bila nyeri ini dibiarkan berlangsung lama otot-otot pungung akan menegang sehingga suplai darah ke otot tersebut berkurang dan kelemahan otot punggungpun terjadi. Maka ketika seseorang merasakan nyeri pungung bawah saat menekuk punggungnya (back flexion) untuk mengambil sesuatu benda berarti bukan karena gerakan tersebut yang menimbulkan nyeri tetapi karena ketegangan otot yang berlangsung lama.
Jika anda mengalami tekanan langsung pada otot, terutama sekali pada otot yang dekat dengan tulang maka anda harus waspada kalau itu sebuah contusion (luka memar). Gejalanya adalah nyeri hebat yang tiba-tiba pada punggung, timbul pembengkakan pada area yang mengalami ruptur, nyeri pada semua gerakan (fleksi,ekstensi dan side fleksi)
Kerobekan otot atau muscle tear dikelompokkan menjadi beberapa grade (1,2,3) tergantung seberapa parahnya kerobekan otot.

Grade 1 :
1. Ketegangan otot punggung/ tightness
2. Aktivitas berjalan mampu dilakukan
3. Pembengkakan tidak begitu terlihat

Apa Yang bisa Atlet Lakukan ?
a. Mencari fisioterapi atau dokter yang berkompeten
b. Tetap melakuka aktivitas olahraga yang ringan dan berhentilah berolahraga bila nyeri timbul.

Peran Fisioterapi :
a. Mengapikasikan sport massage untuk mempercepat proses recovery
b. Menggunakan teknik manipulasi
c. Memanfaatkan ultrasound dan electrical stimulasi (TENS)
d. Mendesign latihan rehabilitasi

Grade 2:
1. Pola jalan agak terganggu
2. Adanya nyeri tusuk yang tiba-tiba.
3. Adanya peradangan.
4. Aktivitas mulai terganggu karena nyeri yang timbul

Apa Yang Bisa Anda Lakukan?
a. Istirahat
b. Mencari dokter atau fisioterapi untuk berkonsultasi tentang aktivitas apa saja yang diperbolehkan dan yang dilarang.

Peran Fisioterapi:
1. Mengaplikasikan teknik Sport massage untuk meningkatkan proses recovery
2. Penggunaan ultrasound dan elektrical stimulasi (TENS)

Grade 3:
a. Tidak mampu untuk berjalan dengan benar
b. Adanya nyeri yang menjalar
c. Timbul peradangan dan harus segera diatasi
d. Nyeri hebat saat melakukan kontraksi statik

Apa Yang Bisa Atlet Lakukan:
1. Mencari pengobatan segera
2. Protection,Rest, Ice, Comprese and Elevate (PRICE)
3. Memakai kruk /crutches
4. Mengikuti program rehabilitasi di departemen fisioterapi.

Peran Fisioterapi :
a. Mengaplikasikan sport massage
b. Penggunaan terapi manipulasi
c. Memanfaatkan ultrasound dan elektrikal stimulasi
d. Mendesign program rehabilitasi

PENGUKURAN NYERI

Tipe Pengukuran Nyeri
Ada 3 tipe pengukuran nyeri yaitu :
1. self-report measure,
2. observational measure, dan
3. pengukuran fisiologis.

1.Self-report measure
Pengukuran tersebut seringkali melibatkan penilaian nyeri pada beberapa jenis skala metrik. Seorang peenderita diminta untuk menilai sendiri rasa nyeri yang dirasakan apakan nyeri yang berat (sangat nyeri), kurang nyeri dan nyeri sedang. Menggunakan buku harian merupakan cara lain untuk memperoleh informasi baru tentang nyerinya jika rasa nyerinya terus menerus atau menetap atau kronik. Cara ini sangat membantu untuk mengukur pengaruh nyeri terhadap kehidupan pasien tersebut. Penilaian terhadap intensitas nyeri, kondisi psikis dan emosional atau keadaan affektif nyeri juga dapat dicatat. Self-report dianggap sebagai standar gold untuk pengukuran nyeri karena konsisten terhadap definisi/makna nyeri. Yang termasuk dalam self-report measure adalah skala pengukuran nyeri (misalnya VRS, VAS, dll), pain drawing, McGill Pain Quesioner, Diary, dll).

2.Observational measure (pengukuran secara observasi)
Pengukuran ini adalah metode lain dari pengukuran nyeri. Observational measure biasanya mengandalkan pada seorang terapis untuk mencapai kesempurnaan pengukuran dari berbagai aspek pengalaman nyeri dan biasanya berkaitan dengan tingkah laku penderita. Pengukuran ini relatif mahal karena membutuhkan waktu observasi yang lama. Pengukuran ini mungkin kurang sensitif terhadap komponen subyektif dan affektif dari nyeri. Yang termasuk dalam observational measure adalah pengukuran tingkah laku, fungsi, ROM, dan lain-lain.

3.Pengukuran fisiologis
Perubahan biologis dapat digunakan sebagai pengukuran tidak langsung pada nyeri akut, tetapi respon biologis pada nyeri akut dapat distabilkan dalam beberapa waktu karena tubuh dapat berusaha memulihkan homeostatisnya. Sebagai contoh, pernapasan atau denyut nadi mungkin menunjukkan beberapa perubahan yang kecil pada awal migrain jika terjadi serangan yang tiba-tiba dan keras, tetapi beberapa waktu kemudian perubahan tersebut akan kembali sebelum migrain tersebut menetap sekalipun migrainnya berlangsung lama. Pengukuran fisiologis berguna dalam keadaan dimana pengukuran secara observasi lebih sulit dilakukan. Yang termasuk dalam pengukuran fisiologis adalah pemeriksaan denyut nadi, pernapasan, dll.

Jenis-jenis Pengukuran Nyeri
Pengukuran nyeri terdiri dari pengukuran komponen sensorik (intensitas nyeri) dan pengukuran komponen afektif (toleransi nyeri).

Pengukuran komponen sensorik
Ada 3 metode yang umumnya digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri yaitu Verbal Rating Scale (VRS), Visual Analogue Scala (VAS), dan Numerical Rating Scale (NRS).
VRS adalah alat ukur yang menggunakan kata sifat untuk menggambarkan level intensitas nyeri yang berbeda, range dari “no pain” sampai “nyeri hebat” (extreme pain). VRS merupakan alat pemeriksaan yang efektif untuk memeriksa intensitas nyeri. VRS biasanya diskore dengan memberikan angka pada setiap kata sifat sesuai dengan tingkat intensitas nyerinya. Sebagai contoh, dengan menggunakan skala 5-point yaitu none (tidak ada nyeri) dengan skore “0”, mild (kurang nyeri) dengan skore “1”, moderate (nyeri yang sedang) dengan skore “2”, severe (nyeri keras) dengan skor “3”, very severe (nyeri yang sangat keras) dengan skore “4”. Angka tersebut berkaitan dengan kata sifat dalam VRS, kemudian digunakan untuk memberikan skore untuk intensitas nyeri pasien. VRS ini mempunyai keterbatasan didalam mengaplikasikannya. Beberapa keterbatasan VRS adalah adanya ketidakmampuan pasien untuk menghubungkan kata sifat yang cocok untuk level intensitas nyerinya, dan ketidakmampuan pasien yang buta huruf untuk memahami kata sifat yang digunakan
Numeral Rating Scale adalah suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala numeral dari 0 – 10 atau 0 – 100. Angka 0 berarti “no pain” dan 10 atau 100 berarti “severe pain” (nyeri hebat). Dengan skala NRS-101 dan skala NRS-11 point, dokter/terapis dapat memperoleh data basic yang berarti dan kemudian digunakan skala tersebut pada setiap pengobatan berikutnya untuk memonitor apakah terjadi kemajuan.
VAS adalah alat ukur lainnya yang digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri dan secara khusus meliputi 10-15 cm garis, dengan setiap ujungnya ditandai dengan level intensitas nyeri (ujung kiri diberi tanda “no pain” dan ujung kanan diberi tanda “bad pain” (nyeri hebat). Pasien diminta untuk menandai disepanjang garis tersebut sesuai dengan level intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kemudian jaraknya diukur dari batas kiri sampai pada tanda yang diberi oleh pasien (ukuran mm), dan itulah skorenya yang menunjukkan level intensitas nyeri. Kemudian skore tersebut dicatat untuk melihat kemajuan pengobatan/terapi selanjutnya. Secara potensial, VAS lebih sensitif terhadap intensitas nyeri daripada pengukuran lainnya seperti VRS skala 5-point karena responnya yang lebih terbatas. Begitu pula, VAS lebih sensitif terhadap perubahan pada nyeri kronik daripada nyeri akut (Carlson, 1983 ; McGuire, 1984). Ada beberapa keterbatasan dari VAS yaitu pada beberapa pasien khususnya orang tua akan mengalami kesulitan merespon grafik VAS daripada skala verbal nyeri (VRS) (Jensen et.al, 1986; Kremer et.al, 1981). Beberapa pasien mungkin sulit untuk menilai nyerinya pada VAS karena sangat sulit dipahami skala VAS sehingga supervisi yang teliti dari dokter/terapis dapat meminimalkan kesempatan error (Jensen et.al, 1986). Dengan demikian, jika memilih VAS sebagai alat ukur maka penjelasan yang akurat terhadap pasien dan perhatian yang serius terhadap skore VAS adalah hal yang vital (Jensen & Karoly, 1992).

ALS (Amiotrophic Lateral Sclerosis)

Sekilas Tentang FT pada ALS

• Penyakit yang tidak diketahui secara pasti penyebabnya
• Terjadi proses degenerasi progressif upper dan Lower motor neurons
• Menjadi berbahaya karena menyerang otot-otot pernafasan
• Proses degenerasi dimulai di tract corticospinal dan menyebar kebawah ke Anterior horn dan akar saraf
• Dimulai sebegai gangguan upper motor neuron lesi dan berakhis dengan lower motor neuron lesi
• Gangguan kadang menyebar pada focal dan asimetris
• Progresif bulbar palsy
• AHC terpengaruh spinal muscular atrophy
• Saat UMN lesi juga melibatkan otot bulbar palsy, sindrom pseudobulbar palsy
• Menyebabkan spastik dysarthria dan dysphagia
• Gejala UMN :spatik anggota badan (primary lateral sclerosis)menyebar ke area motorik lainnya.
• Gabungan gejala UMN dan LMN dikenal sebagai ALS.
• Dimulai dengan spastik paralisis di jari-jari dan tangan dan menyebar ke atas langan.
• Pada upper extremity terlihat seperti hemi plegi
• Secara bersamaan anggota tubuh atrophy secara lambat dimana terjadi degenerasi AHC
• Reflex meningkat saat pertama tetapi secara bertahap menurun.
• Perubahan gejala spastic menghilang dan berganti menjadi flaccid.
• Setelah kaki terserang gejala pertama spastis muncul dan ketika degenerasi menyebar ke anterior horn cell.
• Terjadi perluasan atrophy dan paralisis lumbal
• Reflex dikaki sama seperti ditangan pada awal meningkat
• Ankle clonus dan babinski sign ada tapi akhirnya menghilang
• Motor nuclei medulla dapat terpengaruh.
• Kemungkinan penderita mengalami kesulitan menelan
• Peningkatan saliva
• Dysarthria dapat terjadi bicara menjadi tidak jelas
• Drop hand
• Drop foot
• Kram otot sering terjadi keterlibatan LMN
• Terjadi clonus atau extensor spasm nyeri


Pemeriksaan
• Anamnesis
– Identitas diri pasien
– Keluhan utama
– Hobby dan kebiasaan
– Riwayat penyakit sebelumnya
– Riwayat penyakit penyerta
– Riwayat perjalanan penyakit

• Pemeriksaan Vital Sign
– HR, RR,BP, Temp.

• Inspeksi (Statis dan dinamis)
– Aspek anterior yang perlu diperhatikan :
• Kesimetrisan kepala, badan dan anggota gerak
• Atrophy pada anggota gerak
• Gejala Spastik/flaccid
• Posisi anggota herak terhadap trunk
• Trunk dan posture
• Pergerakan pola nafas dan mobilitas thorax
• Palpasi
– Tonus pada setiap otot
– Suhu
– Kondisi kulit
• Fase spastik
– Ashwort test
– Tes koordinasi
– Respiratory test
• VC
• APE 1 detik
– Thorax mobility
• Fase flaccid
– MMT
– Thorax mobility

Prinsip penanganan
• Disesuaikan dengan fase kelemahan
– Sifat intervensi adalah pemeliharaan kondisi umum
– Perbaikan sistem pernafasan
– Fase spastik
• Koordinasi
• Latihan passive :fleksibility
• Pemeliharaan kebugaran
– Fase flaccid
• Strengthening
• Koordinasi
• Stimulasi electric
• Fungsional
• Stability
– Untuk semua intervensi dosis disesuaikan

BREATHING EXERCISE

Pasien penyakit paru akut dan kronik perlu diajarkan untuk mengontrol aktifitas pernafasannya untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi kerja respirasi.
1.Breathing exercise didesain untuk memperbaiki fungsi otot-otot respirasi, meningkatkan ventilasi dan oksigenisasi.
2.Exercise aktive ROM pada shoulder dan trunk akan membantu ekspansi thorax, memfasilitasi deep breathing dan sering digunakan untuk menstimulasi reflex batuk.
3.Breathing exercise adalah bagian dari program treatment yang didesain untuk meningkatkan status pulmonal, endurance dan fungsi ADL.
4.Tergantung pada problem klinik pasien, breathing exercise sering dikombinasikan dengan pengobatan, postural drainage penggunaan alat-alat respirasi terapi dan program conditioning.

Indikasi Breathing Exercise
1.Penyakit paru akut atau kronis
a.Penyakit paru obstruktif kronis
b.Pneumonia
c.Atelectasis
d.Emboli pulmo
e.Gangguan respirasi akut.
2.Nyeri pada area thorax dan abdomen setelah pembedahan atau trauma.
3.Obstruksi jalan nafas akibat bronchospasme atau menahan sekresi.
4.Penyakit CNS yang mengarah kepada kelemahan otot :
a.High spinal cord injury.
b.Myophatic progresif akut dan kronik atau penyakit nurophatic.
5.Abnormalitas orthopedic berat yang mempengaruhi fungsi respirasi seperti scoliosis dan kiposis.
6.Penanganan stress.

Tujuan Breathing Exercise

1. Meningkatkan ventilasi.
2. Meningkatkan efektifitas mekanisme batuk.
3. Mencegah atelektasis
4. Meningkatkan kekuatan, daya tahan dan koordinasi otot-otot respirasi.
5. Mempertahankan atau meningkatkan mobilitas chest dan thoracal spine.
6. Koreksi pola-pola nafas yang tidak efisien dan abnormal.
7. Meningkatkan relaksasi.
8. Mengajarkan pasien bagaimana melakukan tindakan bila terjadi gangguan nafas

Prinsip Umum Mengajarkan Breathing Exercise

1. Bila memungkinkan lakukan ditempat yang tenang tanpa banyak gangguan.
2. Jelaskan kepada pasien tujuan dan rasionalisasi breathing exercise.
3. Tempatkan pasien pada posisi yang nyaman, posisi rileks
4. Observasi dan evaluasi pola napas normal pasien saat istirahat dan melakukan aktifitas.
5. Bila perlu ajarkan teknik relaksasi kepada pasien.
6. Tunjukkan pola yang diinginkan kepada pasien.
7. Minta pasien untuk melakukan pola bernapas yang tepat dalam berbagai posisi baik istirahat maupun saat melakukan aktifitas.

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan

1. Pasien tidak boleh melakukan force expiration.
2. Pasien tidak boleh melakukan prolonged expiration.
3. Hindari penggunaan accessory muscles saat mengawali inspirasi.
4. Minta pasien untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi sebanyak 3 atau 4 kali dalam satu sesi.

Jenis-Jenis Breathing Exercise

1. Diaphragmatic Breathing
2. Segmental Breathing
a. Lateral costal expansion
b. Posterior basal expansion
c. Right middle lobe
d. Pursed lip breathing

Latihan Mobilisasi Thorax

1.Definisi
Suatu bentuk latihan aktive movement pada trunk dan extremitas yang dilakukan dengan deep breathing.

2Tujuan
a.Menjaga dan meningkatkan mobilitas trunk dan shoulder yang mempengaruhi respirasi.
b.Memperkuat kedalaman inspirasi dan expirasi.


3.Specifik Exercises
a.Mobilisasi satu sisi pada chest.
b.Mobilisasi pada upper chest and strech pectoralis muscles.
c.Mobilisasi upper chest dan shoulders.
d.Meningkatkan expirasi selama deep breathing.

Aktifitas Tambahan

1.Koreksi Postur
2.Streching manual pada trunk
3.ROM exercise untuk menjaga dan meningkatkan gerakan sendi.

CERVICAL ROOT SYNDROME

DEFINISI
Cervical Root Syndrome atau syndroma akar saraf leher adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf servikal oleh penonjolan discus invertebralis, gejalanya adalah nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan atas atau lengan bawah, parasthesia, dan kelemahan atau spasme otot.

crs1
Salah satu contoh penyakitnya adalah Syndrome radikulopati. Radikulopati berarti radiks posterior dan anterior yang dilanda proses patologik. Gangguan itu dapat setempat atau menyeluruh.
Dalam mempelajari tentang Cervikal Root Syndroma, ada beberapa istilah yang perlu diketahui sebagai berikut :
1.Anasthesia : hilang perasaan ketika dirangsang ; hipestesia
2.Hiperesthesia : perasaan terasa berlebihan jika dirangsang (kebalikan anasthesia)
3.Parasthesia : perasaan yang timbul secara spontan, tanpa dirangsang ; disebut juga dengan istilah “Kesemutan”.
4.a. Gangguan sensori negative : perasaan abnormal tubuh yang dinamakan anesthesia dan parasthesia.
1.Gangguan sensori positive : hasil perangsangan pada nosiceptor serta unsur-unsur saraf yang menghantarkan impuls nyeri ke kortex cerebri.
1.Ataksia : gangguan lintasan proprioseptif.
2.Hipesthesia radikular : hipesthesia dermatomal.

GAMBAR ANATOMI

Pada daerah leher, banyak terdapat jaringan yang bisa merupakan sumber nyeri. Biasanya rasa nyeri berasal dari jaringan lunak atau ligament, akar saraf, faset artikular, kapsul, otot serta duramater. Nyeri bisa diakibatkan oleh proses degeneratif, infeksi/inflamasi, iritasi dan trauma. Selain itu perlu juga diperhatikan adanya nyeri alih dari organ atau jaringan lain yang merupakan distribusi dermatomal yang dipersarafi oleh saraf servikal.

anatomi cervical
Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen intervertebral dan disebut saraf spinal. Berkas serabut sensorik dari radiks posterior disebut dermatome. Pada permukaan thorax dan abdomen, dermatome itu selapis demi selapis sesuai dengan urutan radiks posterior pada segmen-segmen medulla spinalis C3-C4 dan T3-T12. Tetapi pada permukaan lengan dan tungkai, kawasan dermatome tumpang tindih oleh karena berkas saraf spinal tidak langsung menuju ekstremitas melainkan menyusun plexus dan fasikulus terkebih dahulu baru kemudian menuju lengan dan tungkai. Karena itulah penataan lamelar dermatome C5-T2 dan L2-S3 menjadi agak kabur.
Segala sesuatunya yang bisa merangsang serabut sensorik pada tingkat radiks dan foramen intervertebral dapat menyebabkan nyeri radikuler, yaitu nyeri yang berpangkal pada tulang belakang tingkat tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatome radiks posterior yang bersangkutan. Osteofit, penonjolan tulang karena faktor congenital, nukleus pulposus atau serpihannya atau tumor dapat merangsang satu atau lebih radiks posterior.
Pada umumnya, sebagai permulaan hanya satu radiks saja yang mengalami iritasi terberat, kemudian yang kedua lainnya mengalami nasib yang sama karena adanya perbedaan derajat iritasi, selisih waktu dalam penekanan, penjepitan dan lain sebagainya. Maka nyeri radikuler akibat iritasi terhadap 3 radiks posterior ini dapat pula dirasakan oleh pasien sebagai nyeri neurogenik yang terdiri atas nyeri yang tajam, menjemukan dan paraestesia.
Nyeri yang timbul pada vertebra servikalis dirasakan didaerah leherdan belakang kepala sekalipun rasa nyeri ini bisa di proyeksikan ke daerah bahu, lengan atas, lengan bawab\h atau tangan. Rasa nyeri di picu/diperberat dengan gerakan/posisi leher tertentu dan akan disertai nyeri tekan serta keterbatasan gerakan leher.
DIAGNOSA

A. ANAMNESA
Anamnesa adalah hal-hal yang menjadi sejarah kasus pasien, juga berguna untuk menentukan diagnosa, karena misalnya dengan pendekatan psikiatri terhadap depresinya yang kadang merupakan factor dasar nyeri bahu ini.
Gejala-gejala yang mungkin nampak pada inspeksi dan palpasi, misalnya :
1.Nyeri kaku pada leher
2.Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan
3.Dijumpai kelemahan pada biceps atau triceps
4.berkurangnya reflex biceps
5.Dijumpai nyeri alih (referred pain) di bahu yang samar, dimana “nyeri bahu” hanya dirasa bertahan di daerah deltoideus bagian lateral dan infrascapula atas.

B. PEMERIKSAAN / TES KHUSUS
Untuk tes-tes khusus yang harus dilakukan sebenarnya banyak, misalnya :
1. Tes Provokasi
Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi leher diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian berikan tekanan ke bawah pada puncak kepala. Hasil positif bila terdapat nyeri radikuler ke arah ekstremitas ipsilateral sesuai arah rotasi kepala. Pemeriksaan ini sangat spesifik namun tidak sensitif guna mendeteksi adanya radikulopati servikal. Pada pasien yang datang ketika dalam keadaan nyeri, dapat dilakukan distraksi servikal secara manual dengan cara pasien dalam posisi supinasi kemudian dilakukan distraksi leher secara perlahan. Hasil dinyatakan positif apabila nyeri servikal berkurang.

2. Tes Distraksi Kepala
Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh kompresi terhadap radiks syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila kecurigaan iritasi radiks syaraf lebih memberikan gejala dengan tes kompresi kepala walaupun penyebab lain belum dapat disingkirkan.

3. Tindakan Valsava
Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak ruang di kanalis vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya tekanan intratekal akan membangkitkan nyeri radikuler. Nyeri syaraf ini sesuai dengan tingkat proses patologis dikanalis vertebralis bagian cervical. Cara meningkatkan tekanan intratekal menurut Valsava ini adalah pasien disuruh mengejan sewaktu ia menahan nafasnya. Hasil positif bila timbul nyeri radikuler yang berpangkal di leher menjalar ke lengan.


PENGOBATAN

A. OBAT
Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat diberikan pada fase akut. Obat-obatan ini biasanya diberikan selama 7-10 hari. Jenis obat-obatan yang banyak digunakan biasanya dari golongan salisilat atau NSAID. Bila keadaan nyeri dirasakan begitu berat, kadang-kadang diperlukan juga analgetik golongan narkotik seperti codein, meperidin, bahkan bisa juga diberikan morfin. Ansiolitik dapat diberikan pada mereka yang mengalami ketegangan mental. Pada kondisi tertentu seperti nyeri yang diakibatkan oleh tarikan, tindakan latihan ringan yang diberikan lebih awal dapat mempercepat proses perbaikan. Kepala sebaiknya diletakan pada bantal servikal sedemikian rupa yaitu sedikit dalam posisi flexi sehingga pasien merasa nyaman dan tidak mengakibatkan gerakan kearah lateral. Istirahat diperlukan pada fase akut nyeri,terutama pada spondilosis servikalis atau kelompok nyeri non spesifik.
Obat-obatan yang banyak digunakan adalah:
•Ibuprofen 400 mg, tiap 4-6 jam (PO)
•Naproksen 200-500 mg, tiap 12 jam (PO)
•Fenoprofen 200 mg, tiap 4-6 jam (PO)
•Indometacin 25-50 mg, tiap 8 jam (PO)
•Kodein 30-60 mg, tiap jam (PO/Parentral)
•Vit. B1, B6, B12

B. FISIOTERAPI
Tujuan utama penatalaksanaan adalah reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan atau resolusi defisit neurologis dan mencegah komplikasi atau keterlibatan medulla spinalis lebih lanjut.
1. Traksi
Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak berkurang atau pada pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan adanya kompresi radiks saraf. Traksi dapat dilakukan secara terus-menerus atau intermiten.

Traksi
2. Cervical Collar
Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses imobilisasi serta mengurangi kompresi pada radiks saraf, walaupun belum terdapat satu jenis collar yang benar-benar mencegah mobilisasi leher. Salah satu jenis collar yang banyak digunakan adalah SOMI Brace (Sternal Occipital Mandibular Immobilizer).
Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan malam dan diubah secara intermiten pada minggu II atau bila mengendarai kendaraan. Harus diingat bahwa tujuan imobilisasi ini bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu diantaranya berupa atrofi otot serta kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk mengatasi nyeri pada nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai dengan iritasi radiks saraf, adakalanya diperlukan waktu 2-3 bulan. Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan indikasi pelepasan collar.

Cervical Collar
3. Thermoterapi
Thermoterapi dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri. Modalitas terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi otot. Kompres dingin dapat diberikan sebanyak 1-4 kali sehari selama 15-30 menit, atau kompres panas/pemanasan selama 30 menit 2-3 kali sehari jika dengan kompres dingin tidak dicapai hasil yang memuaskan. Pilihan antara modalitas panas atau dingin sangatlah pragmatik tergantung persepsi pasien terhadap pengurangan nyeri.

Thermoterapi
4. Latihan
Berbagai modalitas dapat diberikan pada penanganan nyeri leher. Latihan bisa dimulai pada akhir minggu I. Latihan mobilisasi leher kearah anterior, latihan mengangkat bahu atau penguatan otot banyak membantu proses penyembuhan nyeri. Hindari gerakan ekstensi maupun flexi. Pengurangan nyeri dapat diakibatkan oleh spasme otot dapat ditanggulangi dengan melakukan pijatan.
C. OPERASI
Tindakan operatif lebih banyak ditujukan pada keadaan yang disebabkan kompresi terhadap radiks saraf atau pada penyakit medula spinalis yang berkembang lambat serta melibatkan tungkai dan lengan. Pada penanggulangan kompresi tentunya harus dibuktikan dengan adanya keterlibatan neurologis serta tidak memberikan respon dengan terapi medikamentosa biasa.
D. LARANGAN
Menghindari bekerja dengan kepala terlalu turun atau satu posisi dalam waktu yang lama, pegangan dan posisi yang sering berulang.
E. SARAN
Untuk mencapai kondisi pemulihan pasien sehingga bisa secepatnya kembali bekerja adalah kesadaran tentang pentingnya kesehatan dan lingkungan kerja yang baik. Untuk mencegah terjadinya nyeri tengkuk ada beberapa nasehat yang bermanfaat:
•Sikap tubuh yang baik dimana tubuh tegak, dada terangkat, bahu santai, dagu masuk, leher merasa kuat, longgar dan santai.
•Tidur dengan bantal atau bantal Urethane.
•Memelihara sendi otot yang fleksibel dan kuat dengan latihan yang benar.
•Pencegahan nyeri cervical ulangan yaitu dengan memperhatikan posisi saat duduk, mengendarai kendaraan, dan posisi leher yang berkaitan dengan berbagai pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.