Jumat, 18 Juni 2010

RAYNAUD’S DISEASE
A. Pendahuluan
Raynaud’s disease (RAY-noz) merupakan suatu keadaan yang menyerang pembuluh darah pada ektremitas yang terdiri dari tangan, kaki, hidung dan telinga ketika terdapat dingin dan stress. Ini dinamakan oleh Maurice Raynaud (1834 - 1881), seorang terapis dari Perancis yang menyatakan pertama kali pada tahun 1862
Raynauds Disease merupakan salah satu penyakit yang menyerang pembuluh darah arteri, dimana penyebabnya merupakan non-aterosklerotik. Non-aterosklerotik merupakan salah satu penyebab penyakit arteri dimana penyakit hanya menyerang susunan pembuluh darah arteria pada lapisan media arteria dan arteri perifer. Ada beberapa macam penyakit arterial yang disebabkan oleh Non-sterosklerotik tersebut antara lain salah satunya adalah gangguan vasospastik pada pembuluh darah arteri dimana keluhan tersebut dinamakan Raynaud’s Disease. Raynaud’s disease tersebut banyak terjadi pada kalangan wanita muda yang hidup diiklim yang dingin.
Raynaud’s Disease terbagi menjadi dua antara lain Primary dan Secondary Raynaud’s. Raynaud’s Disease banyak menyerang pada wanita muda dan wanita dewasa diiklim dingin. Factor penyebab dari Raynaud’s Disease ini idiopathic atau belum diketahui, tapi penyakit ini terjadi saat terdapat factor pencetus antara lain suhu dingin dan stress . (http://www.raynauds.demon.co.uk/raynauds.html)

B. Anatomi dan Fisiologi Arteri
Pembuluh darah (Blood Vessel) terdiri dari 3 macam antara lain :
1. Arteri
2. Kapiler
3. Vena
Struktur pembuluh darah Terdiri atas tiga lapisan:
1. Lapisan paling luar (Tunika Adventitia atau Tunika Eksterna) : mendapat suplai darah yang mengalir dalam lumen yang masuk secara absorbsi.
2. Lapisan bagian tengah (Tunika Media) : mendapatkan suplai darah endothelial, yaitu pembuluh darah dalam darah (Vasa vasorum) mendapat persyarafan dari saraf otonom yang dikontrol oleh pusat vasomotor pada Medulla Spinalis berfungsi untuk vasodilatasi dan vasokonstriksi. Saraf otonom yang mensyarafi otot-otot halus.
3. Lapisan bagian dalam (Tunika Intima).
Penjelasan :
1.Arteri dibagi menjadi :
a. Arteri besar (arteri type elastis),
Misalnya : aorta, a. anonima
Proporsi jaringan elastis > jaringan otot pada dindingnya (Tunika Media).
Lumen > ketebalan dindingnya dibandingkan dengan arteri kecil.
b.Arteri ukuran medium (arteri type muskuler)
Hampir semua arteri masuk kategori ini.
Proporsi jaringan > jaringan elastis pada Tunika Medianya
2.Arteriole
Tunika Intima dan Tunika Media tipis sehingga Tunika Adventitia dan Tunika Media ketebalannya hampir sama. Saat arteriole bergabung dengan kapiler, maka Tunika Intima dan Tunika Media semakin menipis dan akhirnya menghilang. Sedang Tunika Adventitia berubah menjadi jaringan ikat perivaskuler retikuler. Arteri di otak dan Canalis Vertebralis mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan dengan tempat-tempat lain.
3.Kapiler
Kapiler setelah digabung, panjangnya bisa mencapai 62ribu mil (1 mil – 1,6 km), karena setiap 1 inchi jaringna mengnadung 1,5juta kapiler. Macam kapiler :
a.Kapiler sejati, tidak menghubungkan secara langsung antara Arteriole dan Venulae berupa Anastomase.
b.Metarteriole
c.Troughfar Channel
4.Arteriovenosus Anastomase
5.Arteriovenosus Concomitten, antara Arteri dan Vena saling menyatu.
6.Pembuluh darah Vena (Pumping Action)
Struktur dindingnya seperti pada arteri yaitu :
•Interna/intima : Endothelia
•Middle/media : Muscular
•Externa/adventitia : Connective tissue
Perbedaan utamanya dengan arteri:
•Dinding lebih tipis dan lumen relatif lebih besar
•Dinding media lebih lemah (lebih tipis)
Aliran mempunyai keistimewaan
•Mempunyai klep satu arah
•Dipengaruhi oleh otot rangka --- saat bekerja/ berkontraksi
•Dipengaruhi tekanan negatif dalam thorak ---saat inspirasi
Ada 2 jenis vena,yaitu:
a)Vena superficial (superficial veln)
Misal: Vena Saphenous --- panjang (sebelah medial tungkai) -- Gastrocnemius --- pendek (di belakang) --- sering mengalami varises
b)Vena profunda (deep vein)
Misal: vina tibialis anterior dan posterior, vena poplitea, vena femoralis
Musculovenous Pump:
•Yaitu kontraksi otot yang mendorong naiknya aliran vena/ aksi yang mendorong aliran vena
•Terletak di vena prpfunda, yaitu di vena tibialis
•Diman akontraksi calf muscle akan menekan vena tibialis yang mempunyai katup --- aliran darah akan naik.
•Untuk meningkatkan aliran vena dapat juga dilakukan dengan heathing dan massage.

DASAR FISIOLOGI ALIRAN DARAH
Hukum poeseville : Q=k.Ap.r2
1h
Keterangan :
Q : arus darah
K : bilangan konstan ( / ) yang mempunyai laminar flo9w padapembuluh
Ap : pressure gradient --- membantu pemompaan darah selama systole
R : diameter pembuluh
1 : panjang pembuluh
h : viskositas darah
Local arterial flow :
• Vascular tonew
• Ukuran dan kualitas arus yang berada di sebelah distal
Local venous flow :
• Competent valve
• Gravity
• Muscular contraction --- kontraksi otot-otot
• Soft tissue support
• Periarteral pulses
PERSARAFAN PADA PEMBULUH DARAH
Saraf Otonom :
Sympatic --- vasokonstriktor (C8) , Th 1 – L2 keluar dari kornu lateralis
C.Patologi Raynaud’s Disease
Menurut Sylvia A.Price dan Lorraine M.Wilson, 1992 Raynaud’s syndrome adalah keadaan vasospatik yang disebabkan oleh vasospasme dari arterial dan arteriola kecil kulit dan subkutan.Ada 2 bentuk Raynaud’s syndrome:
1.Primer (idio patik) atau sering disebut Raynaud’s Spastik.
Perjalanan Primary Raynaud’s biasanya jinak, karena sifat vasospasme yang intermitten.
2.Sekunder atau sering disebut Raynaud’s Obstruktif
Disebabkan oleh penyakit obstruktif difus yang di sebabkan kondisi-kondisi penyerta seperti Skleroderma.
Menurut Colema SS dan Anson BJ, 1961
Kondisi-kondisi vasospastik antara lain:
1.Raynaud’s Phenomenon
Kondisi pucat pada jari-jari tangan atau kaki yang terjadi dengan atau tanpa disertai cyanosis karena rangsangan suhu dingin.
2.Raynaud’s Disease disebut juga Primary Raynaud’s
Timbul ketika Raynaud’s Phenemenon terjadi yang tanpa disertai adanya penyakit causative. Sering terjadi pada wanita muda jika kasus memberat akan timbul gangrene atau perubahan atropic yang hanya terbatas pada kulit bagian distal jari-jari kaki atau tangan.
3.Raynaud”s Syndrome disebut juga Secondary Raynaud’s
Timbul ketika Raynaud’s Phenomenon disertai dengan penyakit lain seperti :
a.Connective Tisue Dsorders seperti Lupus Erythematous, Scleroderma, Arthritis, dan lain-lain.
b.Neorologic Disorders
c.Penyumbatan Arterial Disorders
d.Blood Dyscrasias
e.Carpal Tunnel Syndrome
Menurut Cotran Robbins dan Kumar, 1995
1.Raynaud’s Disease
Menunjukan pucat paroxysmal atau sianosis jari tangan atau kaki dan kadang-kadang ujung hidung dan talinga (bagian-bagian akral) dusebabkan oleh vasospasme berat pada wanita muda yang sehat.
2.Raynaud’s Phenemoenon
Menunjukan insufisiensi arterial pada extremitas sekunder terhadap penyempitan arteri akibat belbagai penyebab termasuk:
a.Atero sclerosis
b.Lupus Sistemik
c.Sklerosis Sistemi (skleroderma)
d.Penyakit Buerger
D.Patofisiologis :
Raynaud’s Disease sering terjadi pada kebanyakan wanita muda yang hidup diiklim yang dingin. Raynaud’s disease juga ditandai oleh perubahan fisik dari warna kulit yang dicetuskan oleh rangsangan dingin atau emosi.
Ketika tangan atau kaki terangsang dingin atau emosi maka mula-mula akan terjadi Fase Pucat yang disebabkan vasokonstriksi. Vasokonstriksi ini terjadi karena spasme pada pembuluh darah. Akibat dari spasme pembuluh darah maka kaki atau tangan tidak dapat menerima aliran darah yang cukup dan bahkan tidak cukup untuk menjaga nutrisi yang cukup.
Pada kasus yang parah, maka pembuluh darah itu terus menerus menyempit selama bertahun-tahun, sehingga nutrisi sangat tidak tercukupi atau berkurang yang kemungkinan besar akan menyebabkan iskemik pada jaringan dan jari-jari tangan atau kaki dapat menyebabkan ganggren. Tapi pada kasus yang lebih jinak, hanya terjadi sumbatan sementara pada pembuluh darah pada sebagian jaringan. Pembuluh-pembuluh darah juga tidak dapat mengalir mengalir ke tangan atau kaki, begitupun nutrisinya juga sangat tidak mencukupi. Disini juga akan terjadi iskemik pada jaringan, tetapi iskmik tersebut hanya berlangsung beberapa menit dan akan terjadi Hyperemia Re-aktif. Setelah Hyperemia Re-aktif akan terjadi Fase Sianotik. Dimana fase ini terjadi mobilitas bahan-bahan metabolic abnormal yang mampu memperberat atau menambah rasa sakit, dimana rasa sakit tadi semakin lama akan terus bertambah sakit. Setelah Fase Sianotik terjadi Fase Rubor. Fase ini terjadi akibat dilatasi pembuluh darah pada tangan atau kaki dan mungkin juga diakibatkan Hyperemia Re-aktif yang mampu menimbulkan warna merah yang sangat pada tangan atau kaki. Kadang-kadang juga mampu menimbulkan perasaan baal atau kesukaran dalam pergerakan motorik halus dan suatu sensasi dingin.
E.Etiologi:
Etiologi Raynaud’s Disease tidak ada penyebab yang dikenal atau idiopatik (tidak jelas). Baik untuk Primary Raynaud’s maupun Secondary Raynaud’s. Raynaud’s disease ini merupakan respon berlebihan dari vasomotor sentral dan local normal terhadap dingin atau emosi.
F.Tanda dan gejala :
Tanda dan gejala pada Raynaud’s Disease yang akut antara lain hanya terjadi kesukaran dalam pergerakan halus (perasaan baal) dan kadang kesukaran dalam suatu sensasi dingin. Pada Raynaud’s Disease yang kronis terdapat tanda-tanda antara lain Cyanosis, tapering (jari meruncing), serta ganggren pada ujung-ujung jari dengan jari-jari lebih mengkilap dan flattened pulps.
G.Prognosis :
Pada Raynaud’s Disease terjadi vasospasme yang tampaknya vasospasme tersebut berkaitan dengan dinamika local dinding arteria dan tampaknya juga menunjukkan respon berlebihan dari vasomotor sentral dan local normal terhadap rangsangan dingin atau emosi.
H.Prosedur Diagnostik
Teknik Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik banyak tergantung pada data-data relatif tentang derajat penyakit arteria, sehingga data-data yang diperoleh harus bersifat subjektif. Macam-macam teknik pemeriksaan dibedakan 2 macam:
1.Tes Invasif yang terdiri dari:
a.Dilakukan perabaan denyut pada berbagai temapt disatu sisi tubuh dengan dibandingkan secara relatif terhadap sisi kontralateral, untuk mengetahui kekuatan kekuatan dan kesamaan.
Cara : Denyut nadi dapat dibandingkan sebelum dan sesudah berolahraga. Secara khas pada bagian distal dari suatu lesi obstruksi akan menghilang setelah berolahraga.
Sistem skor :
Derajat kekuatan denyut nadi merupakan ukuran yang subjektif.
Skor-skor :
0 = tidak ada denyut
1 = ada denyut, tapi kekuatannya sangat kurang
2 = ada denyut, tapi kekuatannya berkurang sedang
3 = ada denyut, tapi kekuatannya sedikit berkurang
4 = ada denyut yang normal.
b.Tes menggantung dan menggangkat ektremitas sangat berguna untuk mengevaluasi penyakit oklusif, oleh karena aliran yang menlntasi lesi obstruktif bersifat bergantung pada tekanan dan sangat peka terhadap pengaruh gravitasi.
Perkiraan derajat oklusi : Bergantung pada waktu yang diperlukan untuk menimbulkan pucat setelah pengangkatan dan rubor karena menggantung. Pada keadaan normal, tidak ada warna pucat yang diamati dalam 60 detik setelah ekstremitas diangkat dan warna akan kembali seperti semula dalam 10 detik.
c.Evaluasi pada tes sensasi, kekuatan otot dan temperatur kulit.
2.Tes-tes Non-Invasif terdiri dari:
a.Doppler Ultrasound
Mengetahui kecepatan dan aliran darah arterial karena dalam Doppler ultrasound akan menampilkan keseluruhan frekuensi spectrum sinyal. Dimana pada penyakit arteria menimbulkan kelainan jelas dalam kecepatan dan pola aliran.
b.Scanning Dupplex
Merupakan gabungan antara informasi dari aliran darah intravaskular dengan Doppler dan morfologi pembuluh darah dengan gambaran ultrasonic yang merupakan alat diagnostik vascular yang ampuh.
c.CT-Scan (Computed Tomography-Scan)
Bermanfaat untuk men-diagnosis dan mengevaluasi aneurisme dan diseksi aorta, dan untuk mengevaluasi pasca bedah serta untuk mendapatkan gambar dibagian luar dari lumen pembuluh darah, seperti hematoma atau thrombus mural.
d.Pletismography segmental.
Berguna untuk mengukur perubahan-perubahan yang terjadi dalam volume denyut, serta dilakukan selama istirahat dan segera setelah berolahraga.
I.Pengobatan Raynaud’s disease
Pengobatan pada Raynaud’s disease ini ditujukan untuk menghilangkan factor presipitasi seperti rangsangan dingin atau merokok atau juga emosi yang juga bisa juga diikuti dengan cyanosis dan hyperemia. Pengobatan-pengobatan yang dapat dilakukan antara lain :
a.Pemakaian sarung tangan atau kaos kaki (gloves atau mittens), ditujukan untuk melindungi tangan atau kaki dari udara dingin.
b.Pasien sebisa mungkin berhenti merokok.
c.Terapi obat-obatan antara lain:
1)Alpha-Receptor (memblok factor pembawa)
2)Nitroglycerin ointment (berupa salep)
3)Nifedipine (memblok saluran kalsium sehinggga mampu mengurangi spasme)
4)Beta-blockers and ergotamine.
d.Tindakan Simpatektomi. Dalam tindakan ini dilakukan pemblokan reflek simpatik. Tindakan ini dilakukan dengan cara memotong serabut-serabut preganglionik dalam rantai simpatik setinggi thoracal 2 dan thoracal 3 yang menyela impuls saraf simpatik yang berasal dari medulla spinalis dari tangan atau kaki tersebut terutama berasal dari gangguan stellatum namun pada tindakan ini gangguan stellatumnya tidak dibuang, sebab dengan pembuangan serabut simpatik post ganglionik tadi akan menyebabkan pembuluh-pembuluh darah menjadi sangat sensitive terhadap noreepinefrin dan epinefrin darah sirkulasi. Bila sampai terjadi hal ini maka pada tangan tetap timbul Raynaud’s Disease setiap kali terjadi rangsangan pada kelenjar adrenal
J.Intervensi Fisioterapi
Pada Raynaud’s disease yang kronis hanya mampu dilakukan dengan tindakan Simpatektomi seperti telah dijelaskan sebelumnya.
Pada Raynaud’s disease yang akut dengan penanganan fisioterapis antara lain
1.Ultra Sound Theraphy
Ultra Sound therapy merupakan teknologi yang menggunakan gelombang suara sehingga menghasilkan energi mekanik. Frekuensi yang sering digunakan Ultra Sound adalah 0,7 MHz – 3 Mhz dengan intensitas kurang lebih 2 W/ cm2.
Efek Ultra Sound antara lain :
a.Mengurangi nyeri
Pengurangan nyeri dapat terjadi karena perbaikan sirkulasi darah, dimana dalam perbaikan sirkulasi darah perifer sebagai konsekuensi adanya pengaruh panas didalam jaringan. Serta pengurangan derajat keasaman karena stimulasi serabut afferen.
b.Meningkatkan permiabilitas jaringan
Dari efek vibrasi menyebabkan cairan jaringan mampu menembus membran sel sehingga mampu merubah konsentrasi ion dan mempermudah rangsangan sel. Didalam sel kandungan protoplasma meningkat sehingga proses pertukaran cairan secara fisiologis terpacu.
c.Relaksasi otot (meningkatkan ektensibilitas jaringan penyambung)
Diperoleh dari penurunan sensitvitas muscle spindle terhadap stretch reflek oleh pengaruh thermal.
d.Pengaruh mekanik
Gelombang UltraSound Therapy menimbulkan adanya peregangan dan pemampatan dalam jaringan sehingga terjadi variasi tekanan dan timbul pengaruh mekanik. Mampu menyebabkan peningkatan permiabilitas dari jaringan otot dan meningkatkan proses metabolisme.
Indikasi dan Kontraindikasi :
Indikasi : Kelainan pada jaringan tulang, sendi dan otot, Keadaan post traumatic seperti kontusio, distorsi, luxation, serta fraktur, Keadaan Rheumatoid Arthritis pada stadium tak aktif seperti Arthritis, Bursitis, kapsulitis, tendonitis, Kelainan penyakit pada sirkulasi darah seperti neuopathie phantom pain, HNP, Raynaud’s disease, Buergers disease, suddeck dystrophy, serta odema.
Kontraindikasi : Absolud seperti mata, jantung, uterus pada wnaita hamil, serta testis. Relatif seperti post laminectomy, hilangnya sensibilitas, endhorprothese, tumor, post traumatic, tromboplhebitis dan varises, septis inflammation, serta Diabetes Mellitus.
Penatalaksanaan : Area yang akan diobati dibersihkan dengan alcohol. Cek apakah tranduser sudah mengeluarkan arus dengan meneteskan sedikit air keatas tranduser. Kemudian pada daerah yang akan diobati diberikan medium tertentu. Intensitas yang digunakan tergantung luas area yang akan diobati. Apabila area kecil maka yang sering digunakan intensitasnya kurang lebih 2 W/cm2. Waktu 1cm2 / menit. Frekuensi kurang lebih 2 –3 kali perminggu. Tranduser yang digunakan era kecil atau besar tergantung luas area yang diobati. Setelah selesai tranduser dibersihkan dengan alkhohol..
2.Infra Red
Sinar infra red merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 7700 – 4 juta Amstrong.
Klasifikasi sinar infra red :
a.Berdasarkan panjang gelombang : Gelombang panjang / non penetrating ( panjang gelombang 12.000 – 150 ribu A0, daya penetrasi sampai lapisan superficial epidermis yaitu 0,5 mm) dan gelombang pendek / penetrating (panjang gelombang 7700 – 12.000 A0, daya penetrasi lebih dalam yaitu sampai jaringan subkutan pada pembuluh darah kapiler, pembuluh limfe, ujung-ujung saraf dan jaringan lain dibawah kulit.
b.Berdasarkan type : Type A (panjang gelombang 780 – 1500 mm, penetrasi dalam), Type B (panjang gelombang 1500 – 3000 mm, penetrasi dangkal), Type C (panjang gelombang 3000 – kurang lebih 10.ribu mm, penetrasi dangkal).
Indikasi dan Kontraindikasi :
Indikasi : kondisi peradangan setelah subakut (seperti kontusio, muscle strain – sprain, trauma sinovitis), arthritis (seperti RA, OA, myalgia, lumbago, neuralgia, neuritis), gangguan sirkulasi darah (tromboangitis obliterans, tromboplebitis, Raynauld Disease), penyakit kulit (seperti folli kulitis, furuncolosi, wound), serta persiapan massage dan exercise.
Kontraindikasi : daerah dengan insufesiensi pada darah, gangguan sensibilitas pada kulit, adanya kecenderungan terjadinya pendarahan.
Efek Infra Red :
Efek Fisiologis : meningkatkan proses metabolisme, vasodilatasi pembuluh darah, pigmentasi, pengaruh saraf sensorik, pengaruh terhadap jaringan otot, destruksi jaringan, menaikkan temperatur tubuh, mengaktifkan kerja kelenjar keringat.
Efek terapeutik : relief of pain, muscle relaksasi, meningkatkan suplai darah, menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme.
Penatalaksanaan : Alat yang akan digunakan dipanaskan selama 5 menit terlebih dahulu. Kemudian daerah yang akan diobati dibersihkan dengan air sabun dan dikeringkan dengan handuk. Kemudian pilih apakah dengan menggunakan sinar Infra red luminous (jarak 35-45 cm,) atau dengan IR non-luminous (jarak 45-60 cm). Waktu yang digunakan 10 - 30 menit, tetapi tetap disesuaikan dengan jenis penyakitnya.


3.Parafin bath atau wax bath atau rendaman paraffin.
Parafin biasa ditambah parafin oil kemudian dipanaskan sampai cair atau meleleh kurang lebih 550 C. Pengobatan ini terdiri dari beberapa cara antara lain : rendaman anggota yang diobati kedalam paraffin yang telah meleleh, menggunakan kuas atau sikat yang dicelupkan pada paraffin yang meleleh kemudian dioleskan pada anggota yang diobati, paraffin pack. Area yang diobati akan menjadi kemerah-merahan (erytema), lemas (supel), dan berkeringat. Hal ini memungkinkan untuk diberikan massage, stretching dan terapi manipulasi yang lunak. Toleransi pasien berkisar antara 47,8 0 C – 54 0 C, sehingga sebelum digunakan temperatur paraffin diturunkan hingga kurang lebih 47 0 C.
Indikasi dan Kontraindikasi :
Indikasi : paska trauma, bengkak atau kekakuan, pasca fraktur, sprain atau strain, arthritis kronis,.
Kontraindikasi : luka terbuka, gangguan sensibilitas kulit.
4.LASER (Light Amplification by Stimulated Emission and Radiation)
Merupakan teknologi berupa sinar yang dilipatgandakan melalui emisi radiasi dari perangsangan substansi khusus, dimana setiap benda memancarkan emisi pada gelombnag yang berbeda. Untuk tujuan terapik dalam bidang fisioterapi, emisi yang banyak digunakan adalah emisi dari He dan Neon, atau campuran dari keduanya yang mempunyai spectrum 6,328 A0, serta Infra Red Laser dengan panjang gelombang 9040 A0. Klasifikasi LASER menurut FDA (Food And Drug Administration) yaitu :
a.Kelas 1 : LASER tidak merusak.
b.Kelas 2 : Merusak setelah 1000 detik kontak.
c.Kelas 3 : Merusak mata pada radiasi langsung.
d.Kelas 4 : Merusak mata dan kulit baik pada radiasi langsung. maupun langsung.
Klasifikasi LASER yang lain adalah berdasarkan kekuatannya (power)
a.Hot LASER, adalah LASER dengan kekuatan tinggi, satuan powernya dalam Watt, efek utamanya adalah panas.
b.Cold LASER adalah LASER kekuatan rendah, efek utamanya adalah efek non-thermal.
Efek Biologis terhadap jaringan tubuh manusia antara lain :
a.Efek Biostimulasi : apabila stimulus LASER bersifat ringan ditujukan pada suatu sel maka akan mempengaruhi plasma sel yang berarti pula merubah ketegangan membran sel tersebut. Perubahan tegangan sel tadi merupakan suatu frekuensi oscilasi pada membran sel sehingga mempengaruhi pembebasan ion Calsium (Ca+) yang merangsang prostaglandin dan zat-zat algogenic lainnya untuk menghambat proses peradangan, sehinggga dapat berfungsi menormalisir jaringan yang cedera melalui reaksi radang.
b.Laser sebagai katalisator : Stimulasi LASER yang tinggi akan merangsang mitochondria sel, sehingga sintesa ATP dan ADP akan meningkat serta memacu Ferric sulphide system (dalam mitochondria) yang akan diikuti peningkatan aktivitas sel-sel macrophage, sel schwan, fibrocytes lainnya. Dari perubahan aktivitas tersebut secara keseluruhan akan memberikan efek terapeutik yang sesuai dengan tujuan terapi yang dikehendaki.
c.Efek Biostimulasi : LASER mampu membebaskan enzim-enzim endorphins dan aktifnya kembali sel-sel macrophage serta mampu mengurangi pengeluaran nociceptor sebagai kelanjutan dari perbaikan system microvaskuler. Tujuan LASER ini antara lain : vasodilatasi khususnya pada level microvaskuler, peningkatan aktivitas enzim akibat super dilatasi local pada kapiler dan membuat normalisasi keseimbangan intra dan ekstra seluler, stimulasi mekanisme pertahanan yang akan menyebabkan peningkatan aktivitas anti bacterial (stimulasi macrophage), stimulasi fibroblast untuk penyembuhan proses peradangan pada jaringan lunak akibat trauma, stimulasi suppressor T-Cell pada saat produksi antibody yang tidak seimbang dapat menormalisir komplek imun, peningkatan energi sel intrinsic bertujuan untuk menjaga sel dari keadaan patologis yang mengakibatkan menajdi nekrotik, pelepasan semua aktivitas perusakan menjadikan keadaan symptom bertambah buruk.
Penatalaksanaan fisioterapi :
Pada area yang akan diobati dibersihkan dahulu dengan alkhohol, kemudian area tersebut diukur misal area tersebut berukur 4 cm2 maka area tersebut dibagi menjadi 4 section yang masing-masing mempunyai luas 1 cm2 dan penempatan atau aplikasi probe harus tegak lurus dengan area yang diobati sehingga memberikan nilai absorbsi yang besar. Setelah parameter atau pengukuran atau aplikasi ditentukan berdasarkan pembagian section tadi, maka probe dapat ditempatkan sedikit kontak dengan kulit atau diberikan jarak dengan kulit sekitar 15 mm diatas permukaan kulit, namun probe tetap tegak lurus dengan area yang diobati.
Indikasi dan Kontraindikasi :
Indikasi : Kerusakan Kulit (dermatological disorder), penyakit atau kondisi reumatoid, terutama rheumatoid pada jaringan lunak, gangguan atau kelainan post traumatic, gangguan sirkulasi, kelainan-kelainan yang merupakan indikasi terapi melalui trigger point.
Kontraindikasi : penyinaran langsung pada mata, sekurang-kurangnya 4 – 6 bulan setelah pemberian radioterapi, kelenjar endokrin, epilepsy, demam, tumor, dan kehamilan.



DAFTAR PUSTAKA

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/raynaudsdisease.html
http://organisasi.org/pembuluh_darah_arteri_nadi_vena_balik_dan_kapiler_ilmu_biologi
Raynaud AGM. De l'asphyxie locale et de la gangrène symétrique des extrémités. Academic thesis, Paris, Rignoux, 1862.
http://www.raynauds.demon.co.uk/raynauds.html
http://www.bbc.co.uk/health/conditions/raynauds1.shtml
http://www.unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=3199&coid=2&caid=42
http://en.wikipedia.org/wiki/Raynaud's_disease
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembuluh_darah
http://www.kompas.com/
http://organisasi.org/pembuluh_darah_arteri_nadi_vena_balik_dan_kapiler_ilmu_biologi
Buku Pegangan Kuliah Program D III Fisioterapi, “Sumber Fisis”, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, DepKes RI, 1993.
Sjamsuhidayat R, Wim De Jong, “Buku Ajar Ilmu Bedah” , Edisi Revisi, Jakarta: EGC, 1998.
Robbins, Kumar, Cotran, “ Rocket Companion To Phatologic Basis Of Disease”, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Edisi 5, 1995.

Guyton, Arthur C, Buk Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 7 Bagian I, Jakarta : EGC, 1986.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar